1. Makna Pembelajaran
Istilah Pembelajaran merupakan istilah baru yang
digunakan untuk menunjukan kegiatan guru dan siswa. Sebelumnya, kita
menggunakan istilah proses belajar mengajar dan Pengajaran”. Istilah
pembelajaran merupakan terjemahan dari kata instruction”. Kondisi saat ini
telah banyak orang memilih istilah Pembelajaran karena mengacu pada segala
kegiatan yang berpengaruh langsung terhadap proses belajar, sedangkan Pengjaran
hanya pada konteks tatap muka guru-siswa di dalam kelas. Menurut Gagne, Briggs,
dan vager (1992), pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk
memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Dalam kamus Bahasa Indonesia
Pembelajaran menekankan pada proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau
makhluk hidup belajar. Sedangkan menurut Winartapura “Pembelajaran merupakan
kegiatan yang dilakukan untuk menginisiasi dan memfasilitasi, dan meningkatkan
intensitas dan kualitas belajar pada diri peserta didik. Lebih lanjut ia
ungkapkan bahwa pembelajaran merupakan upaya sistematis dan sistemik untuk
menginisiasi, memfasilitasi dan meningkatkan proses belajar.
Pembelajaran dalam konteks pendidikan formal terumuskan
dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional bahwa
Pembelajaran adalah proses interaksi antara Guru dan Peserta Didik dengan
Sumber Belajar pada suatu Lingkungan Belajar. Dalam konsep tersebut terkandung
lima unsur utama yakni, kata Interaksi yang mengandung arti “Pengaruh Timbal
Balik; Saling Mempengaruhi Satu Sama Lain. “Peserta Didik” sebagai anggota masyarakat
yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang
tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. “Pendidik” adalah
tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong
belajar, widyaswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain sesuai
kekhususannya, serta berpartisipasi aktif dalam menyelenggarakan pendidikan. “
Sumber Belajar” segalah sesuatu yang
dapat digunakan oleh peserta didik dan pendidik dalam proses belajar dan
pembelajaran, berupa sumber belajara tertulis/cetakan, terekam, tersiar,
jaringan, dan lingkungan (alam sosial, budaya dan spritual). “Lingkungan
Belajar adalah lingkungan yang menjadi latar terjadinya proses belajar seperti
di kelas, perpustakaan, sekolah, tempat kursus, warnet, keluarga, masyarakat
dan alam semesta.
Dari pengertian pembelajaran tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa Pembelajaran adalah proses atau kegiatan yang dirancang
dengan sengaja oleh guru untuk terjadinya interaksi yang menyenangkan dalam
proses belajar melalui interigritas dan optimalisasi sumber daya yang sistemik
(materi, metode, media, kegiatan dan evaluasi ) sehingga peserta didik lebih
paham dan aktif dalan meningkatkan cara, gairah dan hasil belajarnya. Karena itu pembelajaran harus menghasilkan
belajar meskipun tidak semua proses belajar terjadi karena pembelajaran. Proses
belajar terjadi juga dalam konteks interaksi sosial-kultural dalam lingkungan
masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, kita dapat mengetahui ada
beberapa ciri-ciri dalam pembelajaran :
1.
Inisiasi,
Fasilitasi, dan peningkatan proses belajar
2.
Adanya
interaksi yang sengaja diprogram
3.
Adanya
Kompenen yang Saling berkaitan (Tujuan, materi, kegiatan dan evaluasi)
4.
Adanya
Intensistas dan Peningkatan Hasil Belajar
2. Perspektif Pembelajaran
Menurut hemat saya bahwa awalnya kita manusia tidak
menyadari memiliki potensi yang sangat besar dan berharga bagi diri, masyarakat
dan lingkungannya. Tentu potensi tersebut tidak akan keluar tanpa adanya penggu
Andrias Harefa
mengungkapkan bahwa proses pembelajaran bergerak di antara empat matra yang
dilalui tiga perspektif. Seperti yang digambarkan di bawah ini,
Gambar I
Matriks Pembelajaran
PEMBELAJARAN
Sadar Sadar
P
H Tak Kompeten Kompeten
E A
Tak sadar Taraf Profesional
Tak
Kompeten
Gambar II
Matriks Pembelajaran
PEMBELAJARAN
Pada tahap pertama, kita
bergerak dari matra ketidaksadaran atas ketidakmampuan diri
(unconscious-incompetent) menuju matra kesadaran atas ketidakmampuandiri (conscious-incompetent).
Kita harus mengalami proses penyadaran dari dalam diri kita sendiri, tidak bisa
dan memang tidak mungkin dipaksakan dari luar, dari siapa atau apa saja yang
bukan diri kita. Proses ini saya namakan pencerahan atau penyadaran (enlightening
/awakening). Pertanda tumbuhnya kesadaran atas ketidakmampuan diri ini adalah
munculnya cara pandang yang sama sekali baru (paradigm repetance atau a shift
of mind) dalam memahami realitas kehidupan sehari-hari. Ini berarti mulai
berfungsinya mata bathin dan hati nurani kita (eye of spirit and conscience).
Proses ini memerlukan pendekatan dialog yang jujur dan refklesi diri.
Tahap kedua, kita bergerak
dari matra kesadaran atas ketidakmampuan diri menunju matra kesadaran atas
kemampuan diri . pergerakan atau proses ini saya namakan pembelajaran. Jadi
kita dimungkinkan belajar dalam arti sesungguhnya, kalau sudah sadar atas
ketodakmampuan kita. Jika kita masih belum sadar atas ketidakmampuan kita, maka
kita tidak mau belajar. Perta dimulainya proses pembelajaran pada tahap ini
adalah kesediaan menderita, disiplin, dan komitmen untuk tekun mengerjakan
sesuatu hal. Ini berarti mulai diasahnya mata budi kita. Proses ini memerlukan
pendekatan berbagi tukar yakni berbagi pengetahuan, bertukar ide, dan berbagi
keterampilan.
Tahap ketiga, kita
dimungkinkan untuk bergerak lagi dari matra kesadaran atas ketidakmampuan diri
menuju matra ketidaksadaran atas kemampuan diri. Pergerakan atau proses ini
saya namakan pembiasaan. Inilah tahap profesional sejati (true profesional)
seseorang hanya dapat disebut profesional
jika mampu mengerjakan sesuatu dengan kualitas tinggi tanpa sadar bahwa
untuk dapat bekerja dengan cara yang demikian diperlukan kemampuan yang luar
biasa. Proses ini memerlukan pendekatan acting atau doing.
Disamping,
matriks pembelajaran tersebut di atas, ada juga ahli lain yang mengungkapkan
konsepnya tentang Pembelajaran. Diantaranya Dave Meier dalam bukun The
Accelerated Learning, ia mengungkapkan bahwa seluruh kegiatan belajar manusia
berjalan melalui siklus Pembelajaran empat tahap, yakni:
1.
Persiapan
Timbulnya Minat
2.
Penyampaian
(Perjumpaan Pertama dengan
Pengetahuan dan atau keterampilan Baru)
3.
Pelatihan
(Integrasi Pengetahuan
atau Keterampilan Baru)
4.
Penampilan
Hasil
(Penerapan Pengetahuan dan
Keterampilan baru pada situasi dunia-nyata)
Jika keempat siklus
tersebut ada dalam satu kesatuan bentuk, maka proses pembelajaran yang
sebenarnya akan berlangsung.
1) Tahap Persiapan
Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan pembelajar
untuk belajar. Ini langkah penting delam belajar. Tanpa itu, pembelajaran akan
lambat dan bahkan bisa berhenti sama sekali. Karen kadang terlalu bernafsu
untuk merampungkan materi, kita sering lupa atau mengabaikan tahap ini sehingga
mengganggu pembelajaran yang baik.
Persiapan pembelajaran itu seperti mempersiapkan tanah
untuk ditanami benih. Jika kita melakukannya dengan benar, niscaya kita
menciptakan kondisi yang baik untuk bertumbuhan yang sehat.
Tahap Persiapan Bertujuan; menimbulkan minat pembelajar,
memberi mereka perasaan positif mengenai pengelaman belajar yang akan datang
dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar. Kita dapat
melakukannya dengan jalan
-
Memberi
sugesti positif
-
Memberi
pernytaan yang memberi manfaat bagi pembelajar
-
Memberikan
tujuan yang jelas dan bermakna
-
Membangkitkan
dam merangsang rasa ingin tahu
-
Menciptakan
lingkungan fisik dan emosional, sosial yang positif
-
Menenangkan
rasa takut banyak bertanya dan mengemukakan banyak masalah
-
Mengajak
Pembelajara terlibat sejak awal
2) Tahap Penyampaian
Ini adalah siklus pembelajaran yang mempertemukan
pembelajar dengan materi belajar yang mengawali proses belajar secara positif
dan menarik. Tahap penyampaian ini disebut juga tahap presentasi. Presentasi
ini dimaknai untuk mengawali proses belajar bukan untuk dijadikan fokus utama
karena itu penyampaiannya bukan sesuatu yang dilakukan guru, melainkan sesuatu
yang secara aktif melibatkan pembelajar dalam menciptakan pengetahuan disetiap
langkahnya.
Bertujuan; Membantu pembelajar menemukan materi belajar
yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan melibatkan
pancaindra, dan cocok untuk semua gaya belajar. Kegiatan ini dilakukan dengan
cara;
-
Uji
coba kolaboratif dan berbagi pengetahuan
-
Pengamatan
berbagi fenomena
-
Presentasi
interaktif
-
Grafik
dan Sarana presentasi lebih berfariatif
-
Mampu
menyesuaikan kedalam berbagai macam gaya belajar
-
Proyek
belajar berdasarkan kemitraan dan tim
-
Menumukan
dan Memecahkan sendiri, berpasangan dan kelompok
-
Contoh
yang kontekstual
3) Tahap Pelatihan
Tahap ini dalam siklus pembelajaran berpengaruh terhadap
70 % atau lebih pengalaman belajar secara keseluruhan. Dalam tahap inilah
pembelajaran yang sebenarnya berlangsung. Bagaimanapun, apa yang dipikirkan dan
dikatakan serta dilakukan, pembelajarlah yang menciptakan pembelajaran dan
bukan apa yang dipikirkan, dikatakan, dan dilakukan oleh guru atau instruktur.
Sebab peranan guru ataupun instruktur hanyalah memprakarsai proses belajar lalu
menyingkir. Dengan kata lain hanya bertugas menyusun konteks atau materi yang
akan dibahas. Guru senantiasa mengajak pembelajar berpikir, berkata dan
berbuat.
Bertujuan;
Membantu pembelajar mengitegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan
baru dengan berbagai cara. Antara lain;
-
Usaha
aktif, umpan balik, renungan
-
Simulasi
dunia-nyata
-
Gaming
-
Pelatihan
aksi
-
Aktivitas
pemecahan masalah
-
Refleksi
dan artikulasi individu
-
Diologis
-
Pengajaran
dan Tinjauan kolaboratif
-
Aktifitas
praktis membangun kerjasama.
4) Tahap Penampilan Hasil
Setelah kita mengalami tiga tahap tersebut, kita harus
melihat apakah pembelajaran tetap melekat dan berhasil diterapkan, karena itu
kita senantiasa memastikan bahwa orang melaksankan (dan terus menerus
mengembangkan) pengetahuan dan keterampilan baru mereka pada pekerjaan dengan
menciptakan nilai nyata bagi diri mereka sendiri, organisasi dan klien
organisasi.
Bertujuan; Membantu pembelajar menerpakan dan memperluas
pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar
melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat. Kegiatan ini dilakukan
dengan cara;
-
Penerapan
di dunia nyata dalam tempo segera
-
Penciptaan
dan pelaksanaan rencana aksi
-
Aktivitas
penguatan penerapan
-
Penguatan
dan pelatihan terus menerus
-
Umpan
balik dan evaluasi kinerja
-
Perubahan
organisasi dan lingkungan yang mendukung.
Keempat tahap
di atas, harus dipastikan bahwa tidak ada gangguan atau saya bisa katakan bahwa
empat siklus tersebut ibarat kenderaan beroda empat, sehingga salah satu bannya
tidak boleh kempes sebab kondisi ini akan memperlambat jalannya mobil, mungkin
mobil tersebut akan berhenti. Dalam konteks pembelajaran Jika Tahap Persiapan
Lemah, maka pembelajaran akan terganggu. Gangguan ini diantaranya pembelajar
tidak terbuka dan tidak siap untuk belajar, tidak menyadari manfaat belajar
untuk dirinya, tidak memiliki minat, atau terhambat rintangan belajar (perasaan
takut, stres, materi dianggapnya membosankan dan tidak relevan, taku gagal, dan
lain-lain). Jika kondisi di atas tidak diatasi maka belajar cepat dan efektif
akan terhenti tepat sebelum dimulai.
Jika tahap
Penyampaian Lemah, Pembelajaran akan terganggu jika orang tidak memperoleh
pengetahuan dan keterampilan baru dalam cara yang berarti bagi mereka dan
melibatkan diri mereka sepenuhnya. Jika mereka diperlakukan sebagai konsumen
pasif dan bukan kreator aktif dalam proses belajar, kegiatan belajar mereka
akan berjalan pincang atau malah terhenti.
Jika Tahap
Pelatihan Lemah, Pembelajaran akan terganggu jika orang tidak diberi cukup
waktu untuk menyerap pengetahuan dan keterampilan baru kedalam struktur diri
mereka saat itu. Karena itu mengajar bukanlah memerintah dan konsumsi melainkan
produksi di pihak pembelajar. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang diserap oleh
pembelajar, akan tetapi pengetahuan adalah sesuatu yang diciptakan pembelajar.
Karena itu pembelajar harus diberi waktu untuk beritegrasi.
Tahap
Penempilan Hasil Lemah, Pembelajaran akan terganggu jika orang tidak punya
kesempatan untuk segera menerapkan apa yang telah mereka pelajari. Jika tidak
segere menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang baru mereka pelajari ke
dunia-nyata, sebagian besar akan menguap. Blass! Hilaang!. Belajar gaya
menyimpan dalam kulkas tidak akan berhasil akan tetapi dengan penerpan segera
dan bimbingan serta dukungan yang tepat, 90% pelajaran akan tetap melekat.
2.
Model Sembilan Peristiwa pembelajaran
Sembilan
peristiwa pembelajaran ini tidak lain adalah aktivitas-aktivitas belajar yang
menurut Gagne perlu diterapkan sebagaimana dalam fase-fase belajar. Dengan penerapan
model ini diharapkan hasil belajar dapat ditingkatkan dan dipertahankan.
Peristiwa
pembelajaran diasumsikan sebagai cara-cara yang perlu diciptakan oleh guru
dengan tujuan untuk mendukung proses-proses belajar (internal) di dalam diri
siswa. Hakikat suatu peristiwa pembelajaran untuk setiap pembelajaran
berbeda-beda, bergantung kepada kapabilitas yang diharapkan atau harus dicapai
sebagai hasil belajar. Kesembilan peristiwa Pembelajaran yang ada pada setiap
fase belajar dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Membangkitkan
perhatian. Kegiatan
paling awal dalam pembelajaran adalah menarik perhatian siswa agar mengikuti
kegiatan dari awal sampai akhir pelajaran. Perhatian siswa dapat ditingkatkan
dengan memberikan berbagai rangsangan sesuai dengan kondisi yang ada, misalnya
dengan perubahan gerak badan (berjalan, mendekati siswa, dan lain-lain),
perubahan suara, menggunakan berbagai media belajar yang dapat menarik
perhatian dan menunjukkan atau menyebutkan contoh-contoh yang ada di dalam
kelas atau di luar kelas, dan lain-lain.
2. Memberitahukan tujuan pembelajaran pada siswa. Agar
siswa mempunyai pengharapan dan tujuan selama belajar maka kepada siswa perlu
dijelaskan tujuan apa saja yang akan dicapai selama pembelajaran, manfaat
materi yang akan dipelajari bagi siswa, dan tugas-tugas yang harus diselesaikan
selama pembelajaran. Keuntungan menjelaskan tujuan adalah agar siswa dapat
menjawab sendiri pertanyaan apakah ia telah belajar? Apakah materi yang
dipelajari telah dikuasai? Jawaban atas pertanyaan tersebut dapat membangkitkan
harapan dalam diri siswa tentang kemampuan dan upaya yang harus dilakukan agar
tujuan tercapai.
3. Merangsang ingatan pada materi prasyarat. Bila siswa telah memiliki
perhatian dan pengharapan yang baik pada pelajaran, guru perlu mengingatkan
siswa pada materi apa saja yang telah dikuasai sehubungan dengan materi yang
akan diajarkan. Dengan pengetahuan awal yang ada pada memori kerjanya
diharapkan siswa siap untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang lama
dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari. Ada banyak cara yang dapat
dilakukan guru untuk mengingatkan siswa pada materi yang telah dipelajari,
misalnya dengan mengingatkan siswa pada topik-topik yang telah dipelajari dan
meminta siswa untuk menjelaskannya secara singkat.
4. Menyajikan bahan perangsang. Peristiwa pembelajaran keempat adalah
menyajikan bahan kepada siswa berupa pokok-pokok materi yang penting yang
bersifat kunci. Sebelum itu guru sudah harus menentukan bahan apa yang akan
disajikan, apakah berupa informasi verbal. keterampilan intelektual, atau belajar
sikap. Berdasarkan jenis kemampuan/bahan ini maka dapat dipilih bentuk kegiatan
apa yang akan disajikan sehingga proses pembelajaran berjalan lancar.
Misalnya bila akan mengajarkan sikap,
pilihlah bahan yang berupa model-model perilaku manusia. Bila akan mengajarkan
keterimpilan motorik. demonstrasikan contoh bahan keterampilan tersebut dan
tunjukkan caranya seeara tepat.
5. Memberi bimbingan belajar. Bimbingan belajar diberikan dengan
tujuan untuk membantu siswa agar mudah mencapai tujuan pelajaran atau kemampuan-kemampuan
yang harus dicapainya pada akhir pelajaran. Misalnya, bila siswa harus
menguasai konsep-konsep kunci, berilah cara mengingat konsep-konsep tersebut
misalnya dengan menjelaskan karakteristik dari setiap konsep. Bila siswa harus
menguasai suatu keterampilan tertentu maka bimbinglah dengan cara menjelaskan
langkah-Iangkah yang harus ditempuh untuk menguasai keterampilan tersebut.
Dalam hal ini bimbingan belajar harus diberikan sesuai dengan apa yang
dibutuhkan siswa beserta kesulitan-kesulitannya.
6. Menampilkan unjuk kerja. Untuk mengetahui apakah siswa telah
mencapai kemampuan yang diharapkan, mintalah mereka untuk menampilkan
kemampuannya dalam bentuk tindakan yang dapat diamati oleh guru. Misalnya, bila
ingin mengetahui kemampuan informasi verbal siswa, beri siswa
pertanyaan-pertanyaan yang dapat mengukur tingkat penguasaannya atau bila ingin
mengetahui keterampilan siswa maka mintalah mereka melakukan suatu tindakan
tertentu. Jawaban yang diberikan siswa hendaklah sesuai dengan kemampuan yang
diminta dalam tujuan pembelajaran.
7. Memberikan umpan balik. Memberikan umpan balik merupakan fase
belajar yang terpenting. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik umpan balik
diberikan secara informatif dengan cara memberikan keterangan tentang tingkat
unjuk kerja yang telah dicapai siswa. Misalnya, jelaskan jawaban yang sudah
lengkap dan yang perlu dilengkapi atau dipelajari kembali oleh siswa dengan
cara "sudah baik", "pelajari kembali", atau "lengkapi
", dan lain-lain.
8. Menilaia Unjuk Kerja. Merupakan peristiwa pembelajaran
yang bertujuan untuk menilai apakah siswa sudah mencapai tujuan atau belum.
Untuk iu perlu dibuat alat penilaian yang relevan dengan tujuan sehingga dapat
untuk mengukur tingkat percapaian siswa.
9. Meningkatkan retensi. Peristiwa pembelajaran terakhir yang
harus dilakukan oleh guru adalah upaya untuk meningkatkan retensi dan alih
belajar. Guru perlu memberikan latihan-latihan dalam berbagai situasi agar
siswanya dapat mengulangi dan menggunakan pengetahuan barunya kapan saja jika
diperlukan.
Menurut Gagne : Pembelajaran adalah menciptakan suatu kondisi
pembelajaran (eksternal) yang dirancangk untuk mendukung terjadinya proses
belajar yang bersifat internal.
Namun apapun bentuknya kita semua adalah pembelajar yang
terus menerus mengasah diri dalam meningkatkan kualitas, oleh karena itu kita
semua senantiasa memperhatikan : beberapa konsep belajar yang sering terjadi
pada lingkungan belajar kita yang perlu dihindari yaitu laihirnya:
Masalah
|
Solusi
|
Ketegangan dan
Stress
|
Bangkitkan
ketenangan
|
Kebosanan
|
Minat
|
Individulisme
yang terasing
|
Kerjasama
|
Militerisme
|
Kesan Manusiawi
|
Resimentasi
|
Kebebasan
Pribadi
|
Suasana Steril
|
Kegairahan
|
Kontrol
Otoriter
|
Rasa Hormat
Kepada Orang Lain
|
Motivasi dari
Luar
|
Motivasi dari
Dalam
|
Perasaan
Terkurung
|
Kelegaan
|
Belajar Terasa
Berat
|
Belajar Terasa
Menyenangkan.
|
|
|
C. GAYA
DAN PENDEKATAN BELAJAR = KECERDASAN
1.
Mengenali Gaya Belajar
Orang suka bicara soal life style, gaya atau cara hidup, tetapi sangat
jarang membicarakan gaya atau cara belajar, learning style. Dalam perspektif pembelajaran, karena hidup adalah
belajar, maka gaya hidup yang dominan dalam sebuah masyarakat kiranya dapat
dipahami sebagai pencerminan gaya belajar masyarakat tersebut.
Masyarakat
Indonesia, misalnya. Pragmatisme, materialisme, dan konsumerisme yang begitu
kasat mata telah membuat sebagian besar anggota masyarakat hanya belajar kalau
akan dapat "hadiah" atau karena "dipaksa" oleh kenyataan
hidup. Belajar untuk dapat "hadiah" adalah gaya belajar
"sarimin", si topeng monyet yang mau disuruh menari ke sana kemari
agar diberi kacang kesukaannya; atau gaya belajar lumba-lumba, yang bersedia
menyundul bola dan menerobos lingkaran api agar diberi makanan oleh pelatihnya
seperti di Taman-Taman pusat kota; atau gaya belajar kekanakkanakan, yang
harus dibujuk dengan permen atau mainan supaya mau mengerjakan PR sekolahnya.
Celakanya, gaya belajar model "sarimin", "lumba-lumba",
dan "kekanak-kanakan" itu masih dianut oleh sebagian besar anggota
masyarakat usia dewasa, bahkan kaum elite
yang bercokol di puncak-puncak kekuasaan
negeri ini. Kalau tidak diiming-imingi sesuatu, entah itu
uang, jabatan, atau popularitas, banyak orang tidak mau helajar
sungguh-sungguh, tidak terus-menerus menambah pengetahuan, tidak meningkatkan
keterampilan secara berkesinambungan, tidak berusaha menarik sebanyak mungkin
pelajaran dari pengalaman hidup sehari-hari, dan tidak berupaya memperbaiki kinerja-prestasi secara serius.
Di samping gaya belajar "sarimin" dan
"lumba-lumba", gaya belajar kedua vang donunan dalam masyarakat
pragmatis dan mate rialistis adalah gaya belajar "kepepet" atau
"terpaksa". Kalau sudah dipaksa oleh keadaan, orang baru mulai
belajar. Paksaan itu bisa datang dari orangtua, pengajar atau atasan, tetahi
juga bisa dari peristiwa vang tidak menyenangkan seperti di-PHK atau
dipensiundinikan secara tiba-tiha, dirampok karena terlalu sering memamerkan
kekavaan secara mencolok ketika masyarakat sedang susah, ditingk;al mati oleh
penopang hidup keluarga, dilanda musibnh kebakaran atau banjir yang menelan
hasil kerja bertahun-tahun dalam sekejap mata, clan sebogainya. Singkatnva,
banvak orang baru sadar bahwa ia masih perlu banyak belajar kalau
ia sudah kepepet oleh keadaan, kalau sudah dipaksa untuk berubah, kalau
pilihannya sudah ekstrem seperti "belajar/berubah atau mati".
Gaya belajar "sarimin" atau gava belajar
kepepet" di atas lebih merupakan dramatisasi dari kenyataan vang
menunjukkan bahwa masyarakat kita didominasi oleh orang-orang yang "susah
belajar" (kata lain dari "antibelajar"). Ibarat orang yang masih
dalam taraf "susah hidup" tidak sempat memikirkan "gaya
hidup", maka demikianlah orang yang "susah belajar" tidak sempat
memikirkan soal gaya belajarnya. Belajar saja susah, apalagi memikirkan soal
gaya".
Umumnya dapat dikatakan bahwa orang yang tidak tahu gaya
belajarnya adalah mereka yang masih sangat bergantung kepada "orang
lain" dalam soal belajar. Mereka menanti dicekoki, diberi tahu, dilatih,
entah oleh orangtua, atasan, pengajar, atau pelatihnya. Tidak ada pengetahuan
diri yang cukup memadai dan kurang sekali inisiatif unhtk belajar secara
mandiri, tanpa disuruh-suruh, tanpa ditunggui, tanpa diawasi, tanpa
diiming-imingi "hadiah". Kalau orang yang belum mampu belajar secara
mandiri ini menjadi pejabat/manajer, maka ia akan menjadi pejabat/manajer yang
selalu menunggu petunjuk dari bos/atasannya, atau yang sekadar Asal Bapak
Senang (ABS).
Hemat saya, soal gaya belajar ini perlu dikenali oleh
setiap orang yang ingin menjadi pembelajar mandiri (independent
learner), yang ingin menjadi "manusia
bebas" dalam arti terbebas dari kttngkungan pengajar clan pelatili
formalnya (entah di sekolah, universitas, ataupun di perusahaan dan dunia
kerja lainnva). Sebab dengan mengetahui gaya belajarnya, seseorang dapat
mengambil inisiatif mempelajari sesuatu yang sesuai dengan minat, bakat, potensi,
dan talentanya. Dengan demikian, ia dapat mengembangkan dirinya terus-menerus,
baik ketika masih duduk di bangku sekolah formal, terutama dalam kehidupan
sehari-hari di luar lembaga-lembaga pengajaran dan pelatihan itu. Singkatnya,
mengenali gaya belajar pribadi merupakan sesuatu yang perlu, meski belum mencukupi untuk dapat memanusiawikan
diri sendiri secara terus menerus.
kita dapat mengenali sedikitnya ada tiga gaya belajar, yakni:
(1) gaya visual, yakni pembelajar yang dapat belajar secara
lebih efektif jika mempergunakan penglihatan fisiknya,misalnya
dengan membaca, mengamati, menonton video/film, dan segala cara yang melibatkan
indra penglihatannva;
(2) gaya auditori, yakni pembelajar yang lebih cepat belajar
dengan cara berbicara clan mendengarkan (termasuk membaca dengan bersuara
keras), atau berdialog dengan orang lain (termasuk wawancara), dan cara lain
yang intinya melibatkan telinga secara aktif;
(3) gaya kinestetik, yakni pembelajar yang belajar dengan cara
menggerakkan tubuhnya, mengalami secara langsung, aktif secara fisik, terjun ke
lapangan, mencicipi dan merasakan, dsb.
(4) gaya belajar intelektual-belajar dengan berpikir dan
membayangkan, menciptakan model mental, merenung, dan sebagainya.
Honey dan Mumford dalam The
Manual of Learning Style (1986) menawarkan empat gaya belajar yang
patut diduga dikaitkan dengan empat bentuk dasar kepribadian manusia (sanguin,
flegmatik, kolerik, dan melankolik), yakni:
(1)
gaya
belajar aktivis yang ditandai dengan keterbukaan pikiran dan antusiasme yang
tinggi;
(2)
gaya
belajar pragmatis yang mengutamakan pemecahan masalah secara
"membumi";
(3)
gaya
belajar teoretis yang mengutamakan logika dan analisis; serta
(4)
gaya
belajar reflektif, suka memerhatikan, menyimak, dan mengamati untuk
direnung-renungkan.
Untuk lebih
memantapkan efektifnya gaya belajar maka seharus para pembelajar juga harus
memilih atau mencari waktu yang tepat dan tempat yang menyenangkan untuk
menerapkan gaya belajar yang menjadi favorit.
SmartorKids
mengidentifikasi tujuh gaya atau
pendekatan belajar yang berguna bagi orangtua maupun pengajar sckolah, yakni:
(1)
pendekatan
dengan sentuhan fisik. Pada intinya gaya belajar model ini sangat mengandalkan
gerak tubuh. Orang atau anak-anak yang suka bermain sambil belajar,
menggerakkan anggota tubuhnya, tak bisa duduk diam adalah mereka memiliki gaya
belajar ini. Kelak mereka mungkin lebih baik memilih karier yang dalam
praktiknya memerlukan gerak tubuh seperti penari, olahragawan/wati, dan dunia seni
rupa.
(2)
pendekatan
intrapersonal. Orang atau anak-anak yang memiliki kecenderungan belajar
intrapersonal umumnya lebih suka menyendiri, meski mereka tidak antisosial.
Mereka bisa berhubungan dengan orang lain, hanya saja dalam soal belajar mereka
lebih suka menyendiri. Mereka cenderung memecahkan persoalamya secara mandiri,
tanpa melibatkan orang lain.
(3)
pendekatan
interpersonal. Orang atau anak-anak yang suka berkelompok, memecahkan masalah
temannva bersamasama, adalah mereka yang belajar dengan cara ini. Pendekatan
belajarnya adalah kooperatif. Kelak anak-anak yang senang belajar dengan cara
interpersonal ini dimungkinkan untuk berhasil dalam karier sebagai konsultan,
pengajar, politisi, pelatih, pengelola bisnis, dan entertainer.
(4)
pendekatan
bahasa. Orang atau anakanak yang sangat menyukai kegiatan membaca buku dan
menulis menunjukkan gaya belajar. Dongeng, cerita, penjelasan verbal sangat
mereka sukai. Kelak mereka mungkin akan sangat berhasil dalam karier sebagai
jurnalis, penyunting, dosen, atau penulis naskah.
(5)
pendekatan
matematis. Orang atau anak-anak yang menyukai segala sesuatu yang memerlukan
perhitungan, angka, garis, dan logika, adalah mereka yang belajar dengan cara
ini.
(6)
pendekatan
musik. Orang atau anak anak yang belajar dengan cara ini menunjukkan respons
spontan bila mendengarki, suara musik atau iwanvian. Mereka menyukai suasana
riang.
(7)
pendekatan
visual. Orang atau anakanak vang belajar dengan cara ini menyukai tampilan
dalam bentuk gambar, tontonan, yang tampak secara visual.
Pemahaman mengenai
gaya belajar secara langsung dihubungkan dengan potensi pembelajar itu sendiri.
Karena itu gaya belajar jangan dipaksakan, tetapi harus dikenali agar dapat
dikembangkan secara baik. Dari penjelasan mengenai bermacam-macam gaya belajar
di atas, secara umum dapat dikatakan bahwa gaya belajar seseorang sangit
dipengaruhi oleh kepekaan indranva (rnata, telinga, kulit, lidah, hidung),
corak kepribadian yang mencakup minat dan bakatnya, juga aspirasi atau
cita-cita hidupnya, serta persepsinya tentang makna belajar. Sementara dalam
konteks masyarakat, gaya belajar "kolektif" yang dominan boleh jadi
sangat ditentukan oleh kebudayaan, sistem sosial politik, serta struktur
sosial ekonomi yang ada (model "sarimin" dan "kepepet"
adalah contohnya yang negatif).
Saya kira
setiap orang bisa belajar dengan berbagai macam gaya tersebut, namun salah satu
atau beberapa gaya akan lebih dominan ketimbang lainnya. Orang lain atau teman,
misalnya, lebih mudah belajar dengan pendekatan auditorikinestetik atau gaya
pragmatis, sementara sebagian orang lebih suka visual-auditori dan
aktivis-reflektif. Atau adik kita, lebih awal menunjukkan kecenderungan untuk
belajar dengan pendekatan sentuhan fisik-musik-interpersonal; sementara adiknya
lebih cenderung intrapersonal-matematis-bahasa. Pada titik ini mungkin perlu
ditegaskan pula bahwa tidak ada gaya yang lebih baik di antara semua gaya
itu. Semua gaya belajar itu pada dasarnya baik. Yang penting, si pembelajar memahami
gaya belajarnya masing-masing sehingga dapat belajar secara lebih efektif dan
lebih sesuai dengan keunikan dirinya sebagai anak.
2. Kecerdasan
Sama seperti "belajar" memiliki
begitu banyak pengertian dan definisi yang ditawarkan, demikian juga halnya dengan
kecerdasan atau intelligence. Di antaranya adalah:
Cerdas berarti sempurna perkembangan akal budinya (pandai,
tajam pikiran, dsb.); sempurna pertumbuhan tubuhnya (seperti sehat, kuat,
dsb.).WJS Poerwadnrmintn
Kecerdasan adalah kualitas bawaan sejak
lahir, sebagai hal yang berbeda dari kemampuan yang diperoleh melalui
pengalaman individual. Encyclopedia Britannica
Kecerdasan adalah kekuatan dari persepsi, pembelajaran (learning), pengertian, dan
pengetahuan; suatu kemampuan mental. -A.S. Hornby
Kecerdasan adalah kemampuan untuk menerapkan pengetahuan
yang sudah ada untuk memecahkan masalah-masalah baru; tingkat kecerdasan diukur
berdasarkan. Donald
Kecerdasan adalah kemampuan untuk
melakukan pemikiran abstrak. Lewis M. errnnn
Kecerdasan adalah kualitas bawaan sejak
lahir, sebagai hal yang berbeda dari kemampuan yang diperoleh melalui proses
belajar. -Herbert Spencor
Kecerdasan adalah kecakapan untuk
bertindak secara sengaja, berpikir secara rasional, dan berhubungan secara
efektif dengan lingkungan. -D. Weclvsler
Kecerdasan adalah kemampuan untuk
menghadapi masalah dengan sikap yang tak terprogram (kreatif). -Stephen J. Gould
Kecerdasan adalah kemampuan untuk
mengambil sikap yang tepat dalam menghadapi situasi lingkungan.-Robert Franklin
Tujuh jenis kecerdasan, dalam buku
Intelligence Refrntrud (1999) :
(1)
kecerdasan
verbal-linguistik, terutama berhubungan dengan bahasa, aktivitas membaca dan
menulis. Kita menyaksikan jenis kecerdasan ini pada penulis, penyair, dramawan,
ahli pidato, dsb;
(2)
kecerdasan
matematis-logis, terutama diasosiasikan dengan kemampuan berpikir
"ilmiah", logis, dan runtut, sebagaimana didemonstrasikan antara lain
oleh mereka yang menekuni profesi sebagai ilmuwan, akuntan, bankir, ahli hukum,
ahli matematika, dsb;
(3)
kecerdasan
visual-spasial, terutama berhubungan dengan seni-seni visual seperti melukis,
menggambar, memahat, membuat peta, merancang desain interior, arsitektur, dsb;
(4)
kecerdasan
kinestetik-jasmani, terutama ditunjukkan lewat kemampuan olah tubuh/otot dan
ketangkasan fisik seperti yang didemonstrasikan oleh para penari, atlet renang,
lari, bela diri, sepeda, dsb;
(5)
kecerdasan
musikal-ritmik, terutama ditandai oleh kepekaan terhadap bunvibunyian, pola
nada dan irama, yang antara lain dimiliki oleh musisi, penyany_ i, dan pekerja
musik lainnya;
(6)
kecerdasan
intrapersonal, terutama berhubungan dengan pengetahuan diri, intuisi, kesadaran
diri, refleksi, sebagaimana patut diduga dimiliki oleh ahli filsafat,
rohaniwan, psikiater, dsb;
(7)
kecerdasan
interpersonal atau "sosial", terutama berhubungan dengan kemampuan
bergaul dengan banyak orang, memahami dan berempati atau berkomunikasi dengan
orang lain, seperti yang mungkin dimiliki oleh politisi, pemasar/ penjual, dsb;
(8)
kecerdasan
naturalis, yakni kemampuan membedakan atau mengelompokkan jenis-jenis flora
dan fauna serta bangunbangun alam dan awan, seperti yang dimilik ahli biologi,
zoology dan pawang
Sedangkan menurut Goleman
kecerdasan atau kecakapan terbagi dari dua yakni kecapan pribadi dan kecakapan
sosial.
Kecakapan
pribadi terdiri dari tiga unsur:
Pertama, kesadaran
diri-mengetahui kondisi diri sendiri, kesukaan, sumber daya, dan intuisi. Orang
yang memiliki kesadaran diri tinggi adalah mereka yang memiliki (a) kesadaran
emosi, mengenal emosi diri sendiri dan efeknya; (b) penilaian diri secara
teliti, mengetahui kekuatan dan batas-batas diri sendiri; (c) percaya diri,
memiliki keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri;
Kedua, pengaturan diri-mengelola kondisi,
impuls, dan sumber daya diri sendiri. Kemampuan mengatur diri ini terutama
ditandai oleh (a) pengendalian diri, mengelola emosi-emosi dan desakandesakan
hati yang merusak; (b) sifat dapat dipercaya, memelihara norma kejujuran dan
integritas; (c) kewaspadaan, bertanggung jawab atas kinerja pribadi;
(d) adaptabilitas, keluwesan dalam
menghadapi perubahan; dan (e) inovasi, mudah menerima dan terbuka terhadap
gagasan, pendekatan, dan informasiinformasi baru;
Ketiga,
motivasi-kecenderungan emosi yang mengantar atau memudahkan proses pencapaian
sasaran. Motivasi mencakup (a) dorongan prestasi, yakni dorongan untuk menjadi
lebih baik atau memenuhi standar keberhasilan; (b) komitmen, menvesuaikan diri
dengan sasaran kelompok atau perusahaan; (c) inisiatif, yakni kesiapan untuk
memanfaatkan kesempatan/peluang; dan (d) optimisme, kegigihan dalam
memperjuangkan sasaran kendati ada halangan dan kegagalan.
Sementara apa yang
disebut Goleman sebagai kecakapan sosial terdiri dari dua unsur lainnya,
yakni:
Pertama, empati-kesadaran terhadap
perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain. Empati mencakup (a) memahami
orang lain, mengindra perasaan dan perspektif orang lain, dan menunjukkan minat
aktif terhadap kepentingan mereka; (b) orientasi pelayanan, mengantisipasi,
mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan; (c) mengembangkan orang
lain, merasakan kebutuhan perkembangan orang lain dan berusaha menumbuhkan
kemampuan mereka; (d) mengatasi keragaman, menumbuhkan peluang melalui
pergaulan dengan bermacam-macam orang; dan (e) kesadaran politis, mampu membaca
arus-arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan.
Kedua, keterampilan sosial-kepintaran dalam menggugah
tanggapan yang dikehendaki pada orang lain. Keterampilan sosial ini mencakup
(a) pengaruh, taktiktaktik untuk meyakWkan orang; (b) komunikasi, mengirimkan
pesan yang jelas dan meyakinkan; (c) kepemimpinan, membangkitkan inspirasi
clan memandu kelompok dan orang lain; (d) katalisator perubahan, memulai clan
mengelola perubahan; (e) manajemen konflik, negosiasi dan pemecahan silang
pendapat; (f) kolaborasi dan kooperasi, kerja sama dengan orang lain demi
tujuan bersama; dan (g) kemampuan tim, menciptakan sinergi keiompok dalam
memperjuangkan tujuan bersama.