Pengikut

Minggu, 11 Januari 2009

cyber crime

APA ITU CYBER CRIME
Cybercrime adalah tindak pidana yang dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi. Berbagai definisi pernah dikemukakan oleh para ahli, namun belum terdapat keseragaman terhadap definisi tersebut. Secara teknis tindak pidana tersebut dapat dibedakan menjadi offline crime, semi online crime, cyber crime. Masing-masing memiliki karakteristik tersendiri, namun perbedaan utama diantara ketiganya adalah keterhubungan dengan jaringan informasi publik (baca: internet). Cybercrime merupakan perkembangan lebih lanjut dari kejahatan atau tindak pidana yang dilakukan dengan memanfaatkan teknologi komputer.

FAKTOR-FAKTOR YG MENYEBABKAN
faktor apakah yang menimbulkan tindak pidana diatas khususnya cybercrime. Kejahatan tersebut disebabkan oleh dua hal, yaitu teknis dan sosio ekonomi (kemasyarakatan).
Pertama dari segi teknis, tidak bisa dipungkiri bahwa kemajuan teknologi (teknologi informasi) berdampak negatif bagi perkembangan masyarakat. Berhasilnya teknologi tersebut menghilangkan batas wilayah negara menjadikan dunia ini menjadi begitu sempit. keterhubungan antara jaringan yang satu dengan jaringan yang lain memudahkan bagi si pelaku kejahatan untuk melakukan aksinya. Kemudian, tidak meratanya penyebaran teknologi menjadikan yang satu lebih kuat daripada yang lain.
Kelemahan tersebut dimanfaatkan oleh mereka yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan.

Kedua, faktor sosio ekonomi, cybercrime merupakan produk ekonomi. Isu global yang kemudian dihubungkan dengan kejahatan tersebut adalah keamanan jaringan (security network). Kemanan jaringan merupakan isu global yang digulirkan berbarengan dengan internet. Sebagai komoditi ekonomi, banyak negara yang tentunya sangat membutuhkan perangkat keamanan jaringan. Cybercrime berada dalam skenario besar dari kegiatan ekonomi dunia. Lihat saja pengalaman kita pada saat memasuki tahun 2000. Isu virus Y2K yang akan menghilangkan (menghapuskan) data dan informasi ternyata tidak pernah terjadi. Hal ini tentu saja menguatirkan duni perbankan dan pasar modal. Berbondong-bondonglah para penyediasa jasa tersebut untuk memberikan jaminan keamanan bahwa data dan informasi yang ada telah terbebas dari Y2K.

BERDASARKAN JENIS AKTIVITAS
Kejahatan yang dilakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab melalui internet kemungkinan bisa dilakukan dengan motivasi mencari keuntungan materi maupun sekedar melampiaskan keisengan saja. Melalui tuisan ini penulis mencoba memberikan gambaran seperti apa saja tindak kejahatan di dunia maya (cybercrime) yang dapat dilakukan berdasarkan aktivitasnya. Berdasarkan jenis aktivitas yang dilakukannya, cybercrime dapat dikelompokan menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:
a. Unauthorized Access.
Cybercrime untuk jenis ini merupakan kejahatan yang terjadi ketika seseorang dengan kemampuannya memamsuki atau menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah (ilegal). Analog yang sederhana adalah kalau dalam dunia nyata orang yang akan melakukan kejahatan akan melihat-lihat apakah pintu rumah korban terkunci, apa merek kunci yang dipakai, apakah kemungkinan ada jendela rumah yang terbuka, apakah pagar rumahnya terkunci dan seterusnya. Contoh aktivitas jenis kejahatan ini adalah Probing dan Port Scanning. Banyak program yang bisa digunakan untuk melakukan Probing atau Port Scanning yang bisa diperoleh secara gratis di internet. Contoh program yang dimaksud seperti "nmap" (untuk sistem yangberbasis UNIX, LINUX) dan "Superscan" (untuk sistem yang berbasis MS.Windows).
Contoh yang lain dari kejahatan Unauthorized Access adalah Cyber-Tresspass atau pelanggaran area privasi orang lain seperti mengirimkan email yang tidak berguna kepada email orang lain (Spam Email).
b. Illegal Contents.
Jenis kejahatan yang dilakukan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesutau hal yang tidak benar, kurang etis yang dianggap melanggar hukum atau melanggar ketertiban umum. Contoh penyebaran gambar-gambar porno atau cabul di internet, fitnah terhadap sesorang yang disebarluaskan melalui media internet c. Penyebaran Virus secara sengaja.
Banyak jenis virus komputer yang menyebar melalui internet baik yang sifatnya show only (menunjukkan kemampuan diri) atau yang bersifat desktruktif. Biasanya virus komputer menyebar melalui email dan akan tersebar keberbagai email yang dikirim. Contoh virus komputer misalnya virus I Love You, SirCam, Bronthok dan lain-lain
d. Data Forgery.
Yang dilakukan dalam jenis kejahatan ini adalah memalsukan data pada dokumen-dokumen penting institusi atau perusahaan-perusahaan yang berbasis web yang ada di internet.
e. Cyber Espionage.
Yaitu kejahatan dengan memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain dengan cara masuk ke suatu sistem jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran.
f. Sabotage and extortion.
Merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, pengrusakan atau penghancuran sistem jaringan komputer yang terkoneksi pada jaringan internet.
g. Cyberstalking.
Yaitu melakukan teror atau pelecehan terhadap seseorang dengan memanfaatkan media internet seperti menggunakan email. Melalui email hal ini akan dengan mudah dilakukan seseorang karena untuk membuat email secara gratis bisa dilakukan tanpa harus melengkapi data identitas diri yang sebenarnya.
h. Carding.
Carding merupakan bentuk kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit seseorang yang digunakan dalam transaksi perdangan di internet. Kejahatan carding ini muncul seiring dengan perkembangan bisnis yang banyak dilakukan melaui internet(e-commerce).
i. Hacking dan Cracking.
Kita sering mendengar istilah hacker yaitu orang yang mmiliki kemampuan penguasaan sistem komputer di atas rata-rata pengguna komputer.Hacker sebanarnya memiliki konotasi yang netral. Orang yang memiliki kemampuan seperti hacker yang sering melakukan aksi-aksi perusakan di internet inilah yang disebut cracker (pembobol). Dengan kata lain cracker ini sebenarnya orang yang mamanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal yang negatif. Aktivitas para cracker memiliki lingkup yang luas, mulai dari pembajakan account milik orang lain, pembajakan situs web, probing, penyebaran virus hingga melumpuhkan target sasaran (Dose attack) dari suatu sistem yang dimiliki oleh suatu institusi atau organisasi. Secara nyata ulah pelumpuhan target sasaran ini untuk melumpuhkan pelayanan sehingga perusahaan akan menderita kerugian secara financial. Dose attack dapat ditujukan kepada server atau juga kepada jaringan komputer hingga dapat menghabiskan bandwidth. Bila itu terjadi sistem sistem akan mengalami hang, crash.
j. Cybersquatting and Typosquatting.
cybersquatting adalah kejahatan yang dilakukan dengan mendaptarkan domain nama perusahaan orang lain, kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan tersebut dengan harga yang tentunya lebih mahal.Typosquating adalah kejahatan dengan membuat domain plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain.
k. Hijacking.
Merupakan tindak kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Misalnya pembajakan perangkat lunak (software Piracy).
l. Cyber Terorism.
Yaitu tindakan cybercrime yang mengancam pemerintaha atau militer. Contoh ada suatu wesite yang bernama Club Hacker Muslim yang ditenggarai menuliskan tip dan trik untuk melakukan hacking ke Pentagon.

CONTOH KASUS DI INDONESIA
Pencurian dan penggunaan account Internet milik orang lain. Salah satu kesulitan dari sebuah ISP (Internet Service Provider) adalah adanya account pelanggan mereka yang dicuri dan digunakan secara tidak sah. Berbeda dengan pencurian yang dilakukan secara fisik, pencurian account cukup menangkap userid dan password saja. Hanya informasi yang dicuri. Sementara itu orang yang kecurian tidak merasakan hilangnya benda yang dicuri. Pencurian baru terasa efeknya jika informasi ini digunakan oleh yang tidak berhak. Akibat dari pencurian ini, penggunaan dibebani biaya penggunaan acocunt tersebut. Kasus ini banyak terjadi di ISP. Namun yang pernah diangkat adalah penggunaan account curian oleh dua Warnet di Bandung.
Membajak situs web. Salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh cracker adalah mengubah halaman web, yang dikenal dengan istilah deface. Pembajakan dapat dilakukan dengan mengeksploitasi lubang keamanan. Sekitar 4 bulan yang lalu, statistik di Indonesia menunjukkan satu (1) situs web dibajak setiap harinya.
Probing dan port scanning. Salah satu langkah yang dilakukan cracker sebelum masuk ke server yang ditargetkan adalah melakukan pengintaian. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan port scanning atau probing untuk melihat servis-servis apa saja yang tersedia di server target. Sebagai contoh, hasil scanning dapat menunjukkan bahwa server target menjalankan program web server Apache, mail server Sendmail, dan seterusnya. Analogi hal ini dengan dunia nyata adalah dengan melihat-lihat apakah pintu rumah anda terkunci, merek kunci yang digunakan, jendela mana yang terbuka, apakah pagar terkunci (menggunakan firewall atau tidak) dan seterusnya. Yang bersangkutan memang belum melakukan kegiatan pencurian atau penyerangan, akan tetapi kegiatan yang dilakukan sudah mencurigakan.
Berbagai program yang digunakan untuk melakukan probing atau port scanning ini dapat diperoleh secara gratis di Internet. Salah satu program yang paling populer adalah nmap (untuk sistem yang berbasis UNIX, Linux) dan Superscan (untuk sistem yang berbasis Microsoft Windows). Selain mengidentifikasi port, nmap juga bahkan dapat mengidentifikasi jenis operating system yang digunakan.
Denial of Service (DoS) dan Distributed DoS (DDos) attack. DoS attack merupakan serangan yang bertujuan untuk melumpuhkan target (hang, crash) sehingga dia tidak dapat memberikan layanan. Serangan ini tidak melakukan pencurian, penyadapan, ataupun pemalsuan data. Akan tetapi dengan hilangnya layanan maka target tidak dapat memberikan servis sehingga ada kerugian finansial. Bagaimana status dari DoS attack ini? Bayangkan bila seseorang dapat membuat ATM bank menjadi tidak berfungsi. Akibatnya nasabah bank tidak dapat melakukan transaksi dan bank (serta nasabah) dapat mengalami kerugian finansial. DoS attack dapat ditujukan kepada server (komputer) dan juga dapat ditargetkan kepada jaringan (menghabiskan bandwidth). Tools untuk melakukan hal ini banyak tersebar di Internet. DDoS attack meningkatkan serangan ini dengan melakukannya dari berberapa (puluhan, ratusan, dan bahkan ribuan) komputer secara serentak. Efek yang dihasilkan lebih dahsyat dari DoS attack saja.
Kejahatan yang berhubungan dengan nama domain. Nama domain (domain name) digunakan untuk mengidentifikasi perusahaan dan merek dagang. Namun banyak orang yang mencoba menarik keuntungan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya dengan harga yang lebih mahal. Pekerjaan ini mirip dengan calo karcis. Istilah yang sering digunakan adalah cybersquatting. Masalah lain adalah menggunakan nama domain saingan perusahaan untuk merugikan perusahaan lain. (Kasus: mustika-ratu.com) Kejahatan lain yang berhubungan dengan nama domain adalah membuat “domain plesetan”, yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain. (Seperti kasus klikbca.com) Istilah yang digunakan saat ini adalah typosquatting.
Sedemikian kompleksnya bentuk kejahatan mayantara dan permasalahnnya menunjukan perlunya seorang profesional yang secara khusus membidangi permasalahan tersebut untuk mengatasi atau setidaknya mencegah tindak kejahatan cyber dengan keahlian yang dimilikinya. Demikian pula dengan perangkat hukum atau bahkan hakimnya sekalipun perlu dibekali pengetahuan yang cukup mengenai kejahatan mayantara ini disamping tersedianya sarana yuridis (produk undang-undang) untuk menjerat sang pelaku.

PENANGGULANGANNYA
IDCERT (Indonesia Computer Emergency Response Team)1. Salah satu cara untuk mempermudah penanganan masalah keamanan adalah dengan membuat sebuah unit untuk melaporkan kasus keamanan. Masalah keamanan ini di luar negeri mulai dikenali dengan munculnya “sendmail worm” (sekitar tahun 1988) yang menghentikan sistem email Internet kala itu. Kemudian dibentuk sebuah Computer Emergency Response Team (CERT)2. Semenjak itu di negara lain mulai juga dibentuk CERT untuk menjadi point of contact bagi orang untuk melaporkan masalah kemanan. IDCERT merupakan CERT Indonesia.
Sertifikasi perangkat security. Perangkat yang digunakan untuk menanggulangi keamanan semestinya memiliki peringkat kualitas. Perangkat yang digunakan untuk keperluan pribadi tentunya berbeda dengan perangkat yang digunakan untuk keperluan militer. Namun sampai saat ini belum ada institusi yang menangani masalah evaluasi perangkat keamanan di Indonesia. Di Korea hal ini ditangani oleh Korea Information Security Agency.
Bagaimana di Luar Negeri?
Berikut ini adalah beberapa contoh pendekatan terhadap cybercrime (khususnya) dan security (umumnya) di luar negeri.
Amerika Serikat memiliki Computer Crime and Intellectual Property Section (CCIPS) of the Criminal Division of the U.S. Departement of Justice. Institusi ini memiliki situs web yang memberikan informasi tentang cybercrime. Namun banyak informasi yang masih terfokus kepada computer crime.
National Infrastructure Protection Center (NIPC) merupakan sebuah institusi pemerintah Amerika Serikat yang menangani masalah yang berhubungan dengan infrastruktur. Institusi ini mengidentifikasi bagian infrastruktur yang penting (critical) bagi negara (khususnya bagi Amerika Serikat). Situs web: . Internet atau jaringan komputer sudah dianggap sebagai infrastruktur yang perlu mendapat perhatian khusus. Institusi ini memberikan advisory
The National Information Infrastructure Protection Act of 1996
CERT yang memberikan advisory tentang adanya lubang keamanan (Security holes).
Korea memiliki Korea Information Security Agency yang bertugas untuk melakukan evaluasi perangkat keamanan komputer & Internet, khususnya yang akan digunakan oleh pemerintah.
Cyber Crime dalam Perspektif Rancangan Konsep KUHP Baru
Indonesia saat ini sedang melakukan langkah-langkah kebijakan harmonisasi dengan negara-negara lain, khususnya dalam lingkungan Asia/ASEAN menyangkut masalah cyber crime. Antisipasi masalah cyber crime tidak melulu melalui penyusunan RUU ITE oelh tim gabungan Depkominfo dengan perguruan tinggi, namun juga berusaha mengantisipasinya dalam penyusunan konsep KUHP baru.
Menjerat Pelaku Cyber Crime dengan KUHP
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur hubungan-hubungan hukum tentang kejahatan yang berkaitan dengan komputer (computer crime) yang kemudian berkembang menjadi cyber crime. Setidaknya ada dua pendapat yang berkembang sejalan dalam menangani kasus kejahatan yang berhubungan dengan komputer yang secara tidak langsung juga berkaitan dengan masalah cyber crime yakni;
1. KUHP mampu untuk menangani kejahatan di bidang komputer (computer crime)
Madjono Reksodiputro, pakar kriminolog dari Universitas Indonesia yang menyatakan bahwa kejahatan komputer sebenarnya bukanlah kejahatan baru dan masih terjangkau oleh KUHP untuk menanganinya. Pengaturan untuk menangani kejahatan komputer sebaiknya diintegrasikan ke dalam KUHP dan bukan ke dalam undang-undang tersendiri.
2. Kejahatan yang berhubungan dengan komputer (computer crime) memerlukan ketentuan khusus dalam KUHP atau undang-undang tersendiri yang mengatur tindak pidana dibidang komputer.
Cyber Crime dan Upaya Antisipasinya Secara Yuridis
Saat ini berbagai upaya telah dipersiapkan untuk memerangi cyber crime. The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) telah membuat guidelines bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan computer related crime , dimana pada tahun 1986 OECD telah mempublikasikan laporannya yang berjudul “computer related crime: analysis of legal policy”. Laporan ini berisi hasil survei terhadap peraturan perundang-undangan negara-negara anggota beserta rekomendasi perubahannya dalam menanggulangi computer related crime tersebut, yang mana diakui bahwa sistem telekomunikasi juga memiliki peran penting didalam kejahatan tersebut. Melengkapi laporan OECD, The Council of Europe (CE) berinisiatif melakukan studi mengenai kejahatan tersebut. Studi ini memeberikan guidelines lanjutan bagi para pengambil kebijakan untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang seharusnya dilarang berdasakan hukum pidana negara-negara anggota dengan tetap mempehatikan keseimbangan antara hak-hak sipil warga negara dan kebutuhan untu melakukan proteksi terhadap computer related crime tersebut. Pada perkembangannya, CE membentuk Committee of Experts on Crime ini Cyber space of The Committee on Crime problem, yang pada tanggal 25 April 2000 telah mempublikasikan draft Convension on Cyber Crime sebagai hasil kerjanya, yang menurut Prof. Susan Brenner dari University of Daytona School of Law, merupakan perjanjian internsional pertama yang mengatur hukum pidana dan aspek proseduralnya untuk berbagai tipe tindak pidana yang berkaitan erat dengan penggunaan komputer, jaringan atau data, serta berbagai penyalahgunaan sejenis18.
Di Indonesia sendiri, setidaknya sudah terdapat Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang di gawangi oleh Direktorat Aplikasi Telematika Departemen Komunikasi dan Informatika. Subyek-subyek muatannya ialah menyangkut masalah yurisdiksi, perlindungan hak pribadi, azas perdagangan secara e-comerce, azas persaingan usaha usaha tidak sehat dan perlindungan konsumen, azas-azas hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan hukum Internasional serta azas Cyber Crime. RUU tersebut mengkaji cyber case dalam beberapa sudaut pandang secara komprehensif dan spesifik, fokusnya adalah semua aktivitas yang dilakukan dalam cyberspace untuk kemudian ditentukan pendekatan mana yang paling cocok untuk regulasi Hukum Cyber di Indonesia.
Jaringan komputer global pada awalnya digunakan hanya unuk saling tukar-menukar informasi, tetapi kemudian meningkat dari sekedar media komunikasi kemudian menjadi sarana untuk melakukan kegiatan komersilseperti informasi, penjualan dan pembelian produk. Keberadaannya menjadi sebuah intangible asset sebagaimana layaknya intelectual property. Adanya pergeseran paradigma dimana jaringan informasi merupakan infrastruktur bagi perkembangan ekonomi suatu negara, mengharuskan kita secara sistematis membangun pertumbuhan pemanfaatan TI di Indonesia. Kompetisi yang terjadi pun harus senantiasa disiasati dengan melihat secara positif kompetisi yang sedang berlangsung. Negara manapun tidak mungkin menghindari ini, selain harus mengikuti irama kemajuan dengan menjadikan kemajuan yang telah dicapai oleh negara lain sebagai pemacu dalam mengembangkan TI di negara kita.
Hal itu sesuai dengan eksistensi kecenderungan Teknologi Informasi pada masyarakat indonesia, adalah sebagai "follower". Indonesia tidak tertinggal jauh dalam "kualitas", tapi memang tertinggal jauh dalam "kuantitas". kuantitas pun masih bisa di bilang cukup memadai jika diukur dari total penduduk Indonesia yang sudah mengenal teknologi inforamtika, dan bukan dari prosesntase pengguna teknologi informatika.
Dalam konteks kualitatif, dengan akselerasi macam apapun yg masih logis (katakan dengan optimalisasi daya dan upaya), Indonesia akan tetap tertinggal. Maka ketertinggalan adalah bukan isu yang "essensial". Dan secara realistis, bahwa kita memang tidak tinggal diam.
Hal tersebut harus sudah diciptakan sejak dini, karena telah diakui oleh banyak pihak, teknologi informasi akan menjadi bagian aktifitas terpenting untuk menentukan keberhasilan individu dalam era mendatang yang serba digital.

HAMBATAN-HAMBATAN YANG DIALAMI OLEH PARA PENAGAK HUKUM DALAM MENANGANI CYBER CRIME.
Faktor apa yang menjadi hambatan sebenarnya sederhana saja. Di Indonesia masih sedikit penegak hukum yang memahami perkembangan kejahatan. Namun hal tersebut merupakan kondisi yang umum terjadi di negara-negara yang baru mengenal teknologi internet. Kedua, keberadaan undang-undang (hukum positif) di Indonesia telah mengalami stagnan. Karena tidak berlaku secara luas dalam arti mampu iuntuk mencegah (meredam) kejahatan baru. Bila coba kita detilkan, Indonesia memiliki permasalahan mendasar dalam pengembangan hukum. Sehingga permasalahan cybercrime masih menjadi isu elit di kalangan praktisi teknologi informasi.
Selain itu kita masih memiliki permasalahan dengan penerapan hukum. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Indonesia tidak di desain untuk kejahatan berbasis teknologi informasi. Akhirnya, cybercrime akan menjadi sulit untuk dibuktikan dan pelakunya sulit untuk diberikan sanksi.
Sekedar ilustrasi, tidak ada perubahan dalam konsep tindak pidana yang menggunakan peralatan komputer (cybercrime) dengan kejahatan konvensional. Hanyalah media saja yang digunakan. Sehingga terkesan, bahwa cybercrime ini tidak bisa tersentuh oleh hukum. Untuk itu, penyiapan suatu undang-undang harus dibarengi dengan pembekalan di kalangan penegak hukum. Demikian, terima kasih atas perhatiannya. Bila terdapat hal yang kurang jelas, Sdri Mega dapat menghubungi kami.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian terhadap 3 masalah pokok yang dibahas di dalam penelitian ini adalah :
1) Opini umum yang terbentuk bagi para pemakai jasa internet adalah bahwa cybercrime merupakan perbuatan yang merugikan. Para korban menganggap atau memberi stigma bahwa pelaku cybercrime adalah penjahat. Modus operandi cybercrime sangat beragam dan terus berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi, tetapi jika diperhatikan lebih seksama akan terlihat bahwa banyak di antara kegiatan-kegiatan tersebut memiliki sifat yang sama dengan kejahatan-kejahatan konvensional. Perbedaan utamanya adalah bahwa cybercrime melibatkan komputer dalam pelaksanaannya. Kejahatan-kejahatan yang berkaitan dengan kerahasiaan, integritas dan keberadaan data dan sistem komputer perlu mendapat perhatian khusus, sebab kejahatan-kejahatan ini memiliki karakter yang berbeda dari kejahatan-kejahatan konvensional.
2) Sistem perundang-undangan di Indonesia belum mengatur secara khusus mengenai kejahatan komputer melalui media internet. Beberapa peraturan yang ada baik yang terdapat di dalam KUHP maupun di luar KUHP untuk sementara dapat diterapkan terhadap beberapa kejahatan, tetapi ada juga kejahatan yang tidak dapat diantisipasi oleh undang-undang yang saat ini berlaku.
3) Hambatan-hambatan yang ditemukan dalam upaya melakukan penyidikan terhadap cybercrime antara lain berkaitan dengan masalah perangkat hukum, kemampuan penyidik, alat bukti, dan fasilitas komputer forensik. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan yang ditemukan di dalam melakukan penyidikan terhadap cybercrime antara lain berupa penyempurnaan perangkat hukum, mendidik para penyidik, membangun fasilitas forensic computing, meningkatkan upaya penyidikan dan kerja sama internasional, serta melakukan upaya penanggulangan pencegahan.
1
2

Tidak ada komentar:

Mengenai Saya

Foto saya
ehm.. gimana y?? klo g knal g syang.. gtu... gamapangkan...