Pengikut

Minggu, 15 April 2012

ASESSEMENT AUTENTIC

A. Pendahuluan

Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan satuan pendidikan dalam mengelola pembelajaran. Dalam pembelajaran terdapat tiga kegiatan yang saling terkait dan merupakan satu kesatuan. Ketiga kegiatan tersebut adalah penentuan tujuan, perencanaan pengalaman belajar, dan penentuan prosedur evaluasi, ketiganya merupakan unsur pokok (anchor points) dalam kegiatan pembelajaran. (Djiwandono, 2008). Tujuan harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga mewakili semua kemampuan siswa yang ingin dicapai. Rumusan tujuan harus dapat diukur secara baik. Tujuan-tujuan pembelajaran itu diupayakan pencapaiannnya melalui serangkaian kegiatan pembelajaran yang dipersiapkan secara matang

Pembelajaran haruslah memberi peluang kepada siswa untuk memperoleh pengalaman sehingga dapat mengembangkan tingkah lakunya sesuai sasaran belajar yang telah dirumuskan. Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan bahan ajar dan latihan yang dipilih dan disusun secara teliti agar tujuan benar-benar dapat dicapai dengan baik. Upaya untuk memastikan ketercapaian tujuan-tujuan pembelajaran itu dilakukan dengan menyelenggarakan rangkaian evaluasi terhadap hasil pembelajaran yang telah dilakukan selama kurun waktu tertentu yang telah direncanakan. Itulah hakekat evaluasi dalam desain penyelenggaraan pembelajaran sebagai bagian akhir dari rangkaian ketiga pokok kegiatan tersebut diatas (Djiwandono, 2008)

Dengan berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang memberi sinyalemen kepada guru untuk melakukan perubahan dalam melaksanakan pembelajaran. Tujuan pembelajaran telah diberikan rambu-rambu dalam silabus berupa Standart Kompetensi dan Kompetensi Dasar, sedangkan tujuan secara mendetail dan lebih terfokus pada materi dirumuskan berupa indikator-indikator yang harus dirumuskan sendiri oleh guru. Dengan pemberian pengalaman pembelajaran untuk mencapai suatu konsep tertentu, maka proses evaluasi juga mengalami perubahan. Proses evaluasi yang dahulu dilaksanakan secara sempit dan terbatas yaitu hanya melakukan test tertulis sekarang nampaknya harus bergeser ke arah sistem penilaian yang lebih holistik dan menyentuh pada indikator hasil pembelajaran sebagai bukti dari pengalaman belajar yang telah siswa alami.

Berkaitan dengan pergeseran paradikma tersebut, hasil belajar akan diukur dengan suatu sistem baru yang dikenal dengan assemen hasil pembelajaran.

TUJUAN

PEMBELAJARAN

EVALUASI HASIL PEMBELAJARAN

KEGIATAN

PEMBELAJARAN


Bagan 1.1 Desain Penyelenggaraan Pembelajaran dan Hubungan antar komponennya

Dalam proses penyelenggaraan pembelajaran sehari-hari kita sering menggunakan istilah penilaian, evaluasi, dan asesmen. Oleh karena itu dalam uraian latar belakang ini dibahas pula keterkaitan diantara istilah-istilah tersebut.

B. Pembahasan

1. Asesmen, Penilaian, dan Evaluasi

Menurut Hart (1994) asesmen adalah proses pengumpulan informasi mengenai siswa yaitu apa yang mereka ketahui dan dapat lakukan. Sedangkan menurut Nurhadi (2002) asesmen adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Terdapat banyak cara untuk mengumpulkan data atau informasi ini, antara lain dengan mengamati siswa pada saat mereka belajar, memeriksa apa yang dapat mereka hasilkan, atau mentes pengetahuan dan keterampilan mereka. Pertanyaan kunci untuk asesmen adalah: bagaimana kita dapat mengetahui apa yang sedang dipelajari siswa?

Asesmen dalam pembelajaran harus berbentuk interaksi antara guru dan siswa sehingga merupakan kegiatan yang terintegrasi atau terpadu dengan pembelajaran. Dalam melakukan asesmen guru secara terus-menerus melacak dan mencari informasi untuk memahami hal-hal yang dipikirkan siswa dan cara berpikir siswa serta hal-hal yang dapat dikerjakan siswa dan cara siswa mengerjakan sesuatu. Informasi yang diperoleh tersebut digunakan untuk membimbing dan membantu siswa dalam pembelajaran. Dengan demikian, peranan utama asesmen adalah memberikan balikan (feedback) yang bermakna otentik, signifikan, dan terkait dengan dunia nyata untuk meningkatkan kualitas belajar siswa dan kualitas praktik pembelajaran.

Kapan dan bagaimana guru mengases siswa? Dalam membuat keputusan tentang kapan dan bagaimana guru mengases siswa, Susilo (2010) menyarankan seharusnya guru dibimbing oleh jawaban terhadap pertanyaan berikut:

1. Untuk apa informasi yang akan dikumpulkan itu digunakan?

2. Apakah waktu dan usaha yang dilakukan dalam mengumpulkan data ditentukan oleh untuk apa informasi yang dikumpulkan itu digunakan?

3. Apakah informasi yang dikumpulkan itu relevan dengan aktivitas belajar siswa?

4. Apakah guru cukup percaya diri bahwa informasi yang dikumpulkan itu kualitasnya cukup untuk membuat keputusan?

Dalam buku pedoman Sistem Penilaian Kelas oleh Depdiknas (2008) disebutkan bahwa Penilaian (assessment) adalah istilah umum yang mencakup semua metode yang biasa digunakan untuk menilai unjuk kerja individu atau kelompok peserta didik. Proses penilaian mencakup pengumpulan bukti yang menunjukkan pencapaian belajar peserta didik. Penilaian merupakan suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu (Griffin & Nix, 1991 dalam Depdiknas, 2008). Penilaian mencakup semua proses pembelajaran. Oleh karena itu, kegiatan penilaian tidak terbatas pada karakteristik peserta didik saja, tetapi juga mencakup karakteristik metode mengajar, kurikulum, fasilitas, dan administrasi sekolah. Instrumen penilaian untuk peserta didik dapat berupa metode dan/atau prosedur formal atau informal untuk menghasilkan informasi tentang peserta didik. Instrumen penilaian dapat berupa tes tertulis, tes lisan, lembar pengamatan, pedoman wawancara, tugas rumah, dan sebagainya. Penilaian juga diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran atau kegiatan untuk memperoleh informasi tentang pencapaian kemajuan belajar peserta didik.

Evaluasi (evaluation) adalah penilaian yang sistematik tentang manfaat atau kegunaan suatu objek (Mehrens & Lehmann, 1991 dalam Depdiknas, 2008). Dalam melakukan evaluasi terdapat judgement untuk menentukan nilai suatu program yang sedikit banyak mengandung unsur subjektif. Evaluasi memerlukan data hasil pengukuran dan informasi hasil penilaian yang memiliki banyak dimensi, seperti kemampuan, kreativitas, sikap, minat, keterampilan, dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam kegiatan evaluasi, alat ukur yang digunakan juga bervariasi bergantung pada jenis data yang ingin diperoleh.

Menurut Hart (1994) evaluasi adalah proses menginterpretasi dan membuat pertimbangan mengenai informasi atau data yang dikumpulkan, sedangkan menurut Arends (1997) dalam Susilo (2010) evaluasi adalah proses mempertimbangkan kebermanfaatan atau nilai dari sesuatu. Data yang dikumpulkan itu tidak dapat dikatakan baik atau buruk. Data itu mencerminkan apa yang terjadi dalam kelas. Informasi ini barulah memiliki makna apabila kita menentukan apakah data itu merefleksikan sesuatu yang kita anggap berharga, misalnya seberapa terampil siswa menggunakan kompas. Pertanyaan kunci untuk evaluasi adalah: apakah siswa benar-benar mempelajari apa yang kita inginkan agar mereka pelajari? (Hart, 1994).

Menurut Susilo (2010) Informasi tentang hasil belajar siswa yang diperoleh melalui pengukuran dapat dipakai guru untuk membuat keputusan (evaluasi) terhadap prestasi siswa, yaitu:

· Apakah siswa telah mencapai kompetensi yang diharapkan?

· Apakah siswa telah memenuhi syarat untuk maju ke tingkat lebih lanjut?

· Apakah siswa harus mengulang bagian-bagian tertentu?

· Apakah siswa perlu memperoleh cara lain sebagai pendalaman?

· Apakah siswa perlu menerima pengayaan? Pengayaan apa yang perlu diberikan?

· Apakah perbaikan dan pendalaman program pembelajaran?

· Apakah pemilihan bahan atau buku ajar dan pengembangan silabus telah memadai?

Contoh hasil evaluasi adalah istimewa, baik sekali, baik, naik kelas, tidak naik kelas, lulus, lulus dengan pujian atau tidak lulus.

2. Asesmen Otentik

Implikasi dari diterapkannya standar kompetensi adalah proses asesmen yang dilakukan oleh guru baik yang bersifat formatif maupun sumatif harus menggunakan acuan kriteria. Untuk itu, dalam menerapkan standar kompetensi guru harus:

a. Mengembangkan matriks kompetensi belajar (learning competency matrix) yang menjamin pengalaman belajar yang terarah

b. Mengembangkan asesmen otentik berkelanjutan (continuous authentic assessment) yang menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi.

Asesmen otentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan peserta didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan, atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah dikuasai dengan baik dan dicapai. Penilaian otentik sebagai bentuk asesmen dimana peserta didik diminta untuk menunjukkan tugas-tugas yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari (real-world task) yang menunjukkan aplikasi bermakna dari pengetahuan dan keterampilannya (Authentic Assesment Tool Home Page, John Mueller). Asesmen autentik berfokus pada tujuan, melibatkan pembelajaran secara langsung, mengharuskan membangun keterkaitan dan kerja sama, dan menanamkan tingkat berpikir yanng lebih tinggi (Johnson, 2007). Menurut (Hart, 1994), asesmen otentik yaitu suatu asesmen yang melibatkan siswa di dalam tugas-tugas otentik yang bermanfaat, penting, dan bermakna.

Asesmen otentik kadang-kadang disebut juga dengan penilaian kinerja, asesmen alternatif, atau penilaian langsung (Mueller, 2011).

a. Penilaian kinerja, disebut demikian karena siswa diminta untuk melakukan tugas-tugas yang bermakna, dengan mengggunakan dunia nyata sebagai konteksnya, oleh karena itu guru tidak boleh memberi tugas yang tidak otentik di dunia nyata.

b. Penilaian alternatif, disebut demikian karena asesmen otentik merupakan alternatif untuk penilaian tradisional

c. Penilaian langsung, asesmen otentik memberikan lebih banyak bukti langsung dari aplikasi yang bermakna pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki siswa.

Di dalam asesmen otentik, proses asesmennya seringkali didasarkan pada performa (kinerja) peserta didik yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengeluarkan seluruh kemampuannya sambil memperlihatkan apa yang dipelajarinya. Peserta didik diminta untuk mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan mereka atau kemampuan (kompetensi) di dalam situasi apapun yang sesuai dengan yang mereka hadapi.

Asesmen otentik dilakukan untuk mendapat sesuatu yang bertujuan: a. Mengembangkan respon peserta didik daripada menyeleksi pilihan-pilihan yang sudah ditentukan sebelumnya; b. Menunjukkan cara berpikir tingkat tinggi (higher order thinking); c. Secara langsung mengevaluasi proyek-proyek yang bersifat holistik atau menyeluruh; d. Mensintesis dengan pembelajaran di kelas; e. Menggunakan kumpulan pekerjaan atau tugas peserta didik (portofolio) dalam jangka waktu tertentu; f. Memberikan kesempatan untuk melakukan asesmen secara beragam; g. Didasarkan dari kriteria yang jelas yang diketahui oleh peserta didik; h. Berhubungan erat dengan belajar di kelas; dan i. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengevaluasi pekerjaannya.

Secara garis besar, Marhaeni (2007) menyatakan bahwa asesmen otentik memiliki sifat-sifat (1) berbasis kompetensi yaitu asesmen yang mampu memantau kompetensi seseorang. Asesmen otentik pada dasarnya adalah asesmen kinerja, yaitu suatu unjuk kerja yang ditunjukkan sebagai akibat dari suatu proses belajar yang komprehensif. Kompetensi adalah atribut individu peserta didik, oleh karena itu asesmen berbasis kompetensi bersifat (2) individual. Kompetensi tidak dapat disamaratakan pada semua orang, tetapi bersifat personal. Karena itu, asesmen harus dapat mengungkapkan seoptimal mungkin kelebihan setiap individu, dan juga kekurangannya (untuk bisa dilakukan perbaikan); (3) berpusat pada peserta didik karena direncanakan, dilakukan, dan dinilai oleh guru dengan melibatkan secara optimal peserta didik sendiri; Asesmen otentik bersifat tak terstruktur dan open-ended, dalam arti, percepatan penyelesaian tugas-tugas otentik tidak bersifat uniformed dan klasikal, juga kinerja yang dihasilkan tidak harus sama antar individu di suatu kelompok. Untuk memastikan bahwa yang diases tersebut benar-benar adalah kompetensi riil individu (peserta didik) tersebut, maka asesmen harus dilakukan secara (4) otentik (nyata, riil seperti kehidupan sehari-hari) dan sesuai dengan proses pembelajaran yang dilakukan, sehingga asesmen otentik berlangsung secara (5) terintegrasi dengan proses pembelajaran. Asesmen autentik bersifat (6) on-going atau berkelanjutan, oleh karena itu asesmen harus dilakukan secara langsung pada saat proses belajar mengajar berlangsung, yang dapat terpantau proses dan produk belajar. Dengan demikian, asesmen otentik memiliki sifat berpusat pada peserta didik, terintegrasi dengan pembelajaran, otentik, berkelanjutan, dan individual.

Sifat asesmen otentik yang komprehensif juga dapat membentuk unsur-unsur metakognisi dalam diri siswa seperti risk-taking, kreatif, mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi dan divergen, tanggungjawab terhadap tugas dan karya, dan rasa kepemilikan (ownership).

Ada beberapa alasan mendasar kenapa guru seyogyanya menggunakan asesmen otentik. Pertama, asesmen otentik adalah pengukuran langsung terhadap atribut siswa. Sesungguhnya, tujuan akhir pembelajaran bukan sekadar siswa menguasai konten materi yang diajarkan, namun, mereka harus bisa menggunakan pengetahuan dan keterampilannya dalam menghadapi persoalan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, sangatlah penting dilakukan asesmen secara langsung terhadap bagaimana siswa dapat melakukan tuntutan dunia nyata tersebut dalam situasi yang otentik. Dalam tes non otentik seperti pilihan ganda, hasil baik yang dicapai anak hanya dapat diasumsikan mewakili kompetensinya, namun ini hanya asumsi, atau bukti (evidence) tidak langsung. Maka, jika seorang guru mengajarkan tentang cara membuat menggunakan kompas, tidaklah mewakili jika siswa dites pemahamannya hanya dengan tes tulis tentang cara menggunakan kompas. Siswa harus diases kemampuannya dalam menggunakan kompas untuk memastikan bahwa kemampuan tersebut telah terakuisisi.

Kedua, asesmen otentik sesuai dengan perspektif belajar konstruktivis. Untuk membangun pengetahuannya, siswa tidak dapat hanya dengan mengulang informasi yang diperolehnya. Dengan menugaskan siswa melakukan kegiatan-kegiatan otentik seperti membuat pisang goreng berarti siswa menunjukkan atau mendemonstrasikan kemampuan yang telah dikuasainya. Siswa juga terlibat (engage) secara langsung dalam kegiatan asesmen. Dan hal ini merupakan proses belajar yang konstruktif.

Ketiga, asesmen otentik memberi kesempatan siswa untuk menunjukkan kemampuannya dengan cara-cara yang bervariasi, bukan dengan satu cara saja. Sangat penting bagi guru untuk memberi kesempatan ini karena sebagaimana kita tahu, setiap orang (siswa) memiliki kelebihan dan kekurangan, demikian pula setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda dalam menunjukkan kemampuannya. Pada asesmen tradisional seperti tes pilihan ganda, samasekali tidak ada ruang variabilitas tersebut. Memang, tes-tes objektif dapat membandingkan siswa secara mudah karena apa yang diharapkan dilakukan siswa persis sama, namun, jika asesmen otentik seperti asesmen kinerja direcanakan dan dilaksanakan secara baik, maka tetap saja antara siswa dapat dibandingkan karena unjuk kerja yang diharapkan sama, meskipun caranya mungkin berbeda. Dan yang juga penting diingat, dalam membangun kompetensi, siswa tidak dibandingkan dengan temannya, melainkan dibanding dengan suatu kriteria ketuntasan kompetensi atau KKM (Marhaeni, 2007).

Asesmen otentik sebenarnya sudah dikenal lama di dunia pendidikan, namun lebih mendapat perhatian pada era KTSP sekarang ini. Penilaian tradisional lebih banyak menyadap pengetahuan yang dikuasai siswa sebagai hasil belajar yang pada umumnya ditagih lewat bentuk tes obyektif. Sedangkan asesmen otentik lebih menekankan pada pemberian tugas yang menuntut siswa menampilkan, mempraktikkan, atau mendemonstrasikan hasil pembelajarannya di dunia nyata secara bermakna yang mencerminkan pengetahuan dan ketrampilannya.

Dalam pembelajaran di sekolah, penilaian tradisional dan otentik bisa dilakukan bersama-sama. Keduanya memiliki keunggulan masing-masing. Tagihan terhadap pengetahuan yang dimiliki siswa (proficiency) tidak dapat dikesampingkan begitu saja karena mendasari siswa untuk berunjuk kerja secara benar, dan penguasaan pengetahuan lebih tepat diukur dengan tes tradisional. Namun penilaian juga harus memperhatikan pencapaian siswa dalam pembelajaran dengan unjuk kerjanya dalam situasi yang konkret dan bermakna yang secara otomatis akan mencerminkan penguasaan dan ketrampilan keilmuannya.

Adapun deskripsi cara melakukan asesmen autentik dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi standar yang akan diberikan kepada peserta didik.

2. Mengembangkan tugas-tugas atau bentuk kegiatan (task) untuk peserta didik, sehingga peserta didik diharapkan dapat menunjukkan kompetensi-kompetensi yang telah diidentifikasi atau ditentukan.

3. Mengidentifikasi karakteristik dari performa yang baik atau kriteria untuk setiap tugas atau kegiatan yang telah ditentukan serta kriteria yang akan ditunjukkan oleh peserta didik ketika telah menguasai seluruh standar kompetensi.

4. Untuk setiap kriteria, dilakukan identifikasi dua atau lebih tingkat performa peserta didik yang dapat membedakan performa setiap peserta didik yang berbeda dalam sebuah rubrik.

Selanjutnya asesmen otentik memiliki manfaat bagi siswa, antara lain: a. dapat mengungkapkan pemahaman siswa secara keseluruhan atau utuh, b. menghubungkan apa yang dipelajari dengan pengalaman mereka sendiri, c. melatih siswa untuk mengumpulkan informasi, menggunakan sumber belajar, d. berpikir secara sistematik, menajamkan daya pikir, lebih kritis dan berpikir ke tingkat lebih tinggi, e. memiliki tanggung jawab terhadap tugas dan dapat melakukan pilihan, f. belajar untuk evaluasi diri dan melakukan refleksi.

Diane Hart dalam bukunya A Handbook for Educator, mengemukakan manfaat dilakukannya penilaian otentik sebagai berikut:

a. Siswa berperan aktif dalam proses penilaian, tekanan yang terjadi ketika ujian berkurang dan meningkatkan harga diri siswa,

b. Asesmen otentik dapat dilakukan pada siswa dari berbagai latar belakang budaya, gaya belajar, dan kemampuan akademik yang berbeda.

c. Tugas yang digunakan dalam asesmen otentik lebih menarik dan mencerminkan kehidupan sehari-hari siswa.

d. Terbentuk sikap yang positif terhadap sekolah dan pembelajaran lebih berkembang,

e. Guru memiliki peran lebih besar dalam penilaian selain melalui penilaian tradisional.

f. Memberikan informasi yang berharga bagi guru untuk mengetahui kemajuan belajar siswa dan keberhasilan instruksi,

g. Orang tua lebih memahami asesmen otentik.

3. Macam-macam Bentuk Asesmen Otentik

Menurut Mertler, dalam Classroom Assessment: A Practical Guide for Educators, bentuk penilaian berdasarkan alat penilaian dalam asesmen alternative berupa asesmen kinerja (Performance Assessment), asesmen informal (informal assessment), observasi (Observation), penggunaan pertanyaan (Questioning), Presentasi (Presentation), diskusi (Discusions), Projek (Project) , investigasi atau penyelidikan (Investigation), Portofolio (Portofolio), Jurnal (Journal), Wawancara (Interview), Konferensi, dan Evaluasi diri oleh siswa (Self Evaluation).

1. Asesmen Unjuk Kerja atau Asesmen Kinerja (Performance Assessment)

Asesmen kinerja disebut juga dengan asesmen perbuatan (unjuk kerja). Asesmen kinerja dilakukan untuk menilai tugas-tugas yang dilakukan oleh peserta didik, sehingga guru dapat memiliki informasi yang lengkap tentang peserta didik. Menurut Hibbard (1995) tugas-tugas kinerja menghendaki: 1) Penerapan konsep-konsep dan informasi penunjang penting lainnya. 2) Budaya kerja yang penting bagi studi atau kerja ilmiah, dan 3) Literasi sains

2. Asesmen Informal (Informal Assessment)

Asesmen informal adalah asesmen yang dilakukan secara spontan atau tidak direncanakan dan ketika asesmen ini dilakukan, peserta didik tidak menyadari bahwa mereka sedang dinilai dengan kata lain asesmen informal dilakukan selama pembelajaran berlangsung. Menurut Nur (2003) asesmen informal merupakan asesmen siswa melalui pengamatan tidak resmi, interviu informal, dan prosedur-prosedur tidak-baku. Asesmen informal memungkinkan guru mengukur kemajuan siswa dari-hari-ke-hari dan keefektivan pengajaran.

3. Observasi

Observasi atau pengamatan sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Sudjana (2008) mengungkapkan observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar misalnya tingkah laku siswa pada waktu belajar, tingkah laku guru pada waktu mengajar, kegiatan diskusi siswa, partisipasi siswa dalam simulasidan penggunaan alat peraga pada waktu mengajar.

4. Wawancara

Menurut Sudijono (2008) yang dimaksud wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka dan dengan arah tujuan yang telah ditentukan. Sebagai alat penilaian, wawancara dapat digunakan untuk menilai hasil dan proses belajar.

5. Proyek

Asesmen proyek adalah asesmen terhadap suatu tugas yang mengandung penyelidikan yang harus selesai dalam waktu tertentu. Projek, atau seringkali disebut pendekatan projek (project approach) adalah investigasi mendalam mengenai suatu topik nyata. Dalam projek, siswa mendapat kesempatan mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilannya

6. Asesmen Portofolio (Portfolio Assessment)

Portofolio merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris “portfolio”yang berarti kumpulan berkas atau arsip yang disimpan dalam bentuk jilidan seperti map. Menurut Basuki (2009), dalam kaitan dengan penilaian, portofolio dapat diartikan sebagai kumpulan hasil karya seseorang baik dalam bentuk tertulis, karya seni, maupun berbagai penampilan yang tersimpan dalam bentuk kaset video atau video.

7. Evaluasi Diri (Self Evaluation)

Menurut Nur (2003), evaluasi diri merupakan merupakan asesmen yang dilakukan siswa dimana siswa mengevaluasi kinerja mereka sendiri, kekuatan dan kelemahan, sikap dan minat, dan kebutuhan untuk perbaikan. Evaluasi diri memberi siswa kesempatan untuk menelaah dan melakukan refleksi terhadap kerja mereka sendiri. Refleksi seperti itu melengkapi siswa dengan ide-ide tentang topik-topik yang ingin mereka dalami di kemudian hari. Refleksi diri juga membantu siswa mengembangkan ketrampilan-ketrampilan kognitif yang diperlukan untuk belajar secara efektif.

C. Penutup

Sejalan dengan perkembangan jaman, dunia pendidikanpun harus dibenahi dengan melakukan inovasi baik yang menyangkut perencanaan, pelaksanaan pembelajaran, maupun penilaiannya. Asesmen otentik merupakan salah satu hasil inovasi tersebut. Asesmen otentik diartikan sebagai pemanfaatan pendekatan non-tradisional untuk mengases kinerja atau hasil belajar peserta didik. Ada kalanya asesmen autentik juga dapat disebut dengan asesmen alternatif atau asesmen kinerja. Asesmen otentik merupakan perkembangan baru dari asesmen tradisional. Dengan kata lain asesmen otentik tidak menghilangkan peran dari asesmen tradisional.

Menurut Mertler, dalam Classroom Assessment: A Practical Guide for Educators, bentuk penilaian berdasarkan alat penilaian dalam asesmen alternative berupa asesmen kinerja (Performance Assessment), asesmen informal (informal assessment), observasi (Observation), penggunaan pertanyaan (Questioning), Presentasi (Presentation), diskusi (Discusions), Projek (Project), investigasi atau penyelidikan (Investigation), Portofolio (Portfolio), Jurnal (Journal), Wawancara (Interview), Konferensi, dan Evaluasi diri oleh siswa (Self Evaluation).



Basuki, Imam Agus. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.

Djiwandono, S. 2008. Tes Bahasa Pegangan Bagi Pengajar Bahasa. Jakarta: PT Indeks

Hart, Diane. 1994. Authentic Assessment. A Handbook for Educators. Menio Park, California: Addison-Wesley Publishing Company

Johnson. B, Elaine. 2002. Contextual Teaching & Learning: what it is and why it’s here to stay. CAlifornia: Corwin Press, Inc.

Marhaeni, AAI. 2007. Asesmen Berbasis Kelas dalam KTSP. Makalah disampaikan pada Pelatihan KTSP bagi Guru SMP/MTs di Kabupaten Tabanan Tanggal 10-14 September 2007

Mertler, Craig A. 2009. Classroom Asessmen : Overview assessment techniquet. Power Point ke-4.

Mueller, John. 2011. What is Authentic Assesment. (online), (http://jonathan.mueller.faculty.noctrl.edu/toolbox/whatisit.htm). Diakses tgl 14 Pebruari 2011

Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)). Jakarta: Direktorat PLP, Dirjen Dikdasmen, Depdiknas.

Nur. Mohamad. 2003. Asesmen Komprehensip dan Berkelanjutan. Makalah yang disampaikan pada Seminar Metodologi Pembelajaran dan Asesmen dalam rangka pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang diselenggarakn oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Unesa pada tanggal 5 Agustus 2003

Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sudjana, Nana. 2008. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Susilo, Herawati. 2010. Pengembangan Strategi Penilaian, tidak diterbitkan

Yusgiantoro, Burhan. Penilaian Otentik.(online), (http://journal.uny.ac.id/index.php/cp/article/view/320/pdf). Diakses tanggal 15 Pebruari 2011

1 komentar:

jachinoates mengatakan...

Seminole Hard Rock Hotel & Casino Hollywood - MapyRO
Seminole Hard Rock Hotel & 진주 출장마사지 Casino Hollywood locations, rates, 용인 출장샵 amenities: expert 용인 출장마사지 Hollywood 김천 출장마사지 research, only 김제 출장안마 at Hotel and Travel Index.

Mengenai Saya

Foto saya
ehm.. gimana y?? klo g knal g syang.. gtu... gamapangkan...